Berita LPPI dan Liputan

Virtual Seminar #26 : Merger & Acquisition in Indonesia: Shapping The New Future of Financial Industry Sesi 1

15-09-2020
Virtual Seminar #26 : Merger & Acquisition in Indonesia: Shapping The New Future of Financial Industry Sesi 1

Majalah Stabilitas-LPPI membahas strategi M&A di industri keuangan Tanah Air ini sebuah virtual seminar seri ke-26 yang bertajuk “Merger & Acquisition in Indonesia: Shapping The New Future of Financial Industry.” Virtual seminar kali ini menghadirkan keynote speaker Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN; Arief Budiman, Direktur Utama PT Danareksa (Persero); Agus Dwi Handaya, Director of Compliance of PT Bank Mandiri (Persero) Tbk; Stevanus Alex Sianturi, EY Indonesia Forensic & Integrity Services Partner dan Rivan A. Purwantono, Direktur Utama PT Bank Bukopin, Tbk.


Meski pandemi belum diketahui kapan berakhir, namun bisnis tampaknya akan tetap melakukan rencananya, meski ada adaptasi. Salah satu strategi bisnis yang akan tetap dijalankan adalah merjer dan akuisisi (merger & acquisition/M&A). OJK sendiri telah merilis regulasi mengenai hal ini, seperti POJK 41/2019 dan POJK 12/2020.

Dalam paparan makalahnya, staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, wacana penggabungan (holding) perbankan BUMN dibatalkan. “Melihat dinamika terakhir, dari Kementerian (BUMN) tidak akan membentuk holding perbankan seperti  yang selama ini diisukan, dibatalkan, termasuk isu di sub-sub holding perbankan. Artinya, fokus Kementerian ke depan, seperti harapan yang pernah dikatakan Menteri BUMN Erick Thohir,  bank-bank (anggota) Himbara bersaing dengan sehat,” papar Arya dam virtual seminar yang diselenggarakan LPPI itu.

Alhasil, bank-bank BUMN akan difokuskan ke bisnis masing-masing yang selama ini sudah dilakukan. Seperti Bank BTN fokus ke housing/market financial; Bank BRI ke ultra dan ultra mikro banking; Bank BNI ke SME dan Trade Financing serta Bank Mandiri ke wholesale dan corporate banking. Selain itu, saat ini Kementerian BUMN sedang dalam proses pelaksanaan kajian terhadap pembentukan Cluster BUMN yang khusus pada Pembiayaan UMKM dan Ultra Mikro. Setidaknya ada tiga alasan pembetukan kluster BUMN tersebut. Pertama, Literasi Keuangan Ultra Mikro: Menangkap potensi unbanked population serta mempercepat inklusi dan literasi keuangan pada segmen ultra mikro serta memperluas akses terhadap layanan keuangan.

Kedua, Struktur Profitabilitas & Efisiensi:  Pembiayaan sektor mikro senantiasa menghadapi tantangan tingginya biaya operasional, dengan sinergi ini, maka diharapkan ekosistem dapat meningkatkan struktur profitabilias dan efisiensi bagi Mikro Bisnis semua entitas yang terlibat. Ketiga, Turut mendukung pemerintah dalam mendorong stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi melalui penguatan bisnis sektor mikro. “Nantinya, bank-bank BUMN ini akan mendukung kluster-kluster ini. Ada 12 kluster yang kita buat. Masing-masing wakil menteri akan membawahi sekita 6 kluster,” jelas Arya. Kementerian BUMN juga akan tetap meneruskan rencana penggabungan bank syariah milik empat bank BUMN. “Bank BUMN syariah akan digabungkan menjadi menjadi bank syariah terbesar di Indonesia. Kita akan fokus ke core business, sehingga bank BUMN syariah yang akan disatukan menjadi eksposur yang di syariah,” katanya lagi. Sementara untuk proses digitalisasi yang sudah dilakukan bank-bank BUMN akan ditingkatkan. Platform LinkAja menjadi ekosistem digital banking, yang bersinergi dalam digital platform, uang digital nasional dan gerakan nasional non-tunai. Benchmark untuk digital banking ini adalah BBVA Spanyol dan Citibank.

Terhadap aturan otoritas terkait merger dan akuisisi bank, Kementerian BUMN mendukung POJK ini. “Dengan jumlah perbankan yang cukup banyak di Indonesia akan memberikan dampak antara lain, sulitnya pengawasan dan kontrol terhadap perbankan tersebut dan khususnya bank kecil akan sangat rentan terhadap perubahan kondisi bisnis utamanya terkait persaingan suku bunga dan ketersediaan likuiditas sehingga ke depan perlu dilakukan konsolidasi,” tegasnya. Kementerian BUMN juga berpendapat, konsolidasi tidak untuk mengeliminasi atau meminggirkan bank-bank kecil. Sebaliknya, melalui konsolidasi ini bank-bank kecil memiliki ruang untuk memperkuat diri melalui skema peleburan, penggabungan ataupun menginduk pada kelompok usaha bank (KUB) yang lebih besar,yang berdampak: tercipta struktur Bank yang lebih besar dan memiliki daya tahan; Lebih Kontributif dan Inovatif; Berdaya saing melalui peningkatan skala usaha dan permodalan serta  Lebih dapat fokus dalam pengawasan proses internal.

Kisah M&A Poligami & K-Pop

Di bank BUMN sendiri, proses merger dan akuisisi yang terbilang sukses ada pada proses terbentuknya bank Mandiri. Agus Dwi Handaya, Direktur Kepatuhan Bank Mandiri menceritakan proses empat bank legacy (Bapindo, Bank Exim, BBD dan  BDN) menjadi Bank Mandiri, yang pemicunya lantaran krisis ekonomi yang terjadi saat itu (1997-1998). Kini, Bank Mandiri menjadi salah satu bank terbesar dan para bankir lulusannya (kerap disebut Mandirian) tersebar di beberapa bank BUMN lain, termasuk di perusahaan BUMN non-bank. “Proses kawin paksa lalu menjadi poligami itulah yang memberi pelajaran kepada Bank Mandiri sehingga bisa seperti sekerang ini,” kata Agus Handaya sembari mengatakan saat ini Bank Mandiri masih meneruskan proses transformasi.

Apa kunci suksesnya? Pertama,  Strong Communication for Sense of Crisis (Restructuring & Shifting Business Mindset). Kedua, Separate Bad Bank from Good Bank. Ketiga, Strong Support from Government. Selesai merger, Bank Mandiri dihadapkan pada dua pilihan: berkembang atau mati. Merger juga membuat Mandiri memiliki bisnis universal. Artinya, bank yang memiliki keragaman segmen bisnis dengan 12 anak usaha sehingga menciptakan kompleksitas. "Jadi sense of urgensi untuk berubah atau menjadi berbeda itu sudah ada sejak merger. Itu kemudian melatih mental SDM melakukan perbaikan-perbaikan. Kami beruntung dilahirkan sebagai bank merger. Kami beruntung punya bisnis yang beragam," paparnya.

Sementara itu, kisah proses akuisisi Bank Bukopin Tbk oleh kelompok KB Kookmin diibaratkan sebagai akuisisi K-Pop. Menurut Rivan Purwantono, Dirut Bank Bukopin, per Agustus 2020 lalu bank terbesar di Korea Selatan tersebut sudah menjadi pemegang saham pengendali Bukopin. Komposisi kepemilikan saham KB Kookmin Bank kini menjadi 33,9 persen, dengan aksi korporasi tersebut Bank Bukopin mendapat suntikan modal baru senilai lebih dari Rp830 Miliar.

Mengapa Kookmin tertarik mengakuisisi Bukopin? Menurut Rivan lantaran sejak dulu Bukopin dapat mengoptimalkan fundamental yang telah dimiliki, yaitu usaha mikro, kecil dan menengah termasuk juga koperasi. Keduanya juga punya kemiripan core business yakni pada segmen ritel. Sehingga pada masa mendatang perkembangannya di Asia akan fokus di sektor UMKM, ritel, dan micro finance. Dengan begitu porsi ritel dapat dikembangkan menjadi 80 persen, dan sisanya tetap dijaga di korporasi. Kookmin, sambungnya, juga berkomitmen melakukan sharing knowledge tidak hanya pada proses bisnis, tetapi juga pada sektor teknologi. “Di Korea, Kookmin sudah sangat dikenal dengan teknologinya. One Stop Mobile App-nya sangat canggih dan tentu ini akan sangat cocok dengan kebiasaan baru masyarakat,” terang Rivan. Sementara dari sisi SDM, tidak menutup kemungkinan akan terjadi transfer knowledge antara KB Kookmin dengan Bank Bukopin, termasuk juga culture mindset, karenasedikit banyak ada perbedaan budaya korporasi antara Korea dan Indonesia. “Sejak 1 September 2020 kami sudah mulai memperkenalkan culture mindset yang baru. Penyesuaian itu diharapkan selesai enam bulan ke depan dan bisa mulai diberlakukan tahun 2021,” jelasnya.