Virtual Seminar #29 : Merajut Asa di 2021 - Vaksin Bikin Makin Yakin
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun ini kembali minus. Namun, diyakini pertumbuhan yang terjadi akan lebih baik dibandingkan kuartal II lalu yang minus hingga 5,32 persen. Hal ini dipaparkan Moekti Prasetiani Soejachmoen, Chief Economist Danareksa Research Institute, dalam virtual seminar yang digelar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) bertema “Merajut Asa di 2021: Vaksin Bikin Makin Yakin,” di Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020.
"Sepertinya pada kuartal III ini minus kembali. Tetapi tidak sebesar kuartal II lalu yang pertumbuhan tumbuh negatif 5,32 persen," papar Moekti.
Sehingga, sambung Moekti, potensi resesi secata teknis kian dekat. Terlebih beberapa indikator juga menunjukkan kondisi perekonomian nasional masih dalam kondisi tertekan akibat pandemi Covid-19.
Seperti turunnya Purchasing Managers’ Index (PMI) pada September yang hampir empat poin, dari 50,8 pada bulan Agustus, menjadi 47,2. "Padahal, PMI kita sempat ke level 50 yang artinya sudah aman," imbuh dia.
Lalu, semakin maraknya perusahaan melakukan tindakan pemotongan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawainya. Hingga turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia selama pandemi berlangsung.
"Hal ini karena situasi ekonomi global dan Indonesia masih penuh ketidakpastian. Kan ekspor dan impor juga masih mengalami pelemahan, belum tumbuh normal," jelasnya.
Moekti mengungkapkan, bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah dari pengeluaran pemerintah. Maka dari itu, dia mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
"Satu-satunya komponen yang bisa menggenjot PDB adalah belanja pemerintah. Itu sebabnya negara harus melakukan stimulus fiskal dengan melakukan pengeluaran lebih besar dari biasanya," tegasnya.
Moekti berharap, pertumbuhan ekonomi kembali normal atau malah lebih baik dari sebelumnya apabila vaksin Covid-19 berhasil ditemukan atau dibuat. “Namun jika vaksin belum ditemukan, kita tetap harus tetap melakukan gerakan 3M (Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan) sehingga kegiatan ekonomi bisa berjalan normal kembali,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mengutarakan, untuk menangani pandemi Covid-19 ini a harus diketahui center of gravity-nya lebih dahulu. Pasalnya, sampai saat ini belum diketahui sampai kapan kurva penyebaran virus asal Wuhan China ini sampai puncaknya.
Daeng Faqih memaparkan data Satgas Penanganan Covid-19 dua hari sebelumnya ( Selasa 13/10/2020) tercatat ada 3.906 kasus baru.Sehingga total kasus virus corona di Indonesia menjadi 340.622 orang.
Untuk jumlah pasien yang sembuh bertambah sebanyak 4.777 orang. Total pasien sembuh sebanyak 263.296 orang. Sedangkan 12.027 pasien positif virus corona dilaporkan meninggal dunia.
“Ini kurva (penyebaran Covid-19) sepertinya belum sampai puncak. Meski begitu kita bersyukur dari data pemerintah angka kesembuhan hampir mendekati 80 persen, angka kematian bisa ditekan di angka 3,4 persen,” katanya.
Untuk menurunkan angka penularan Covid-19 yang penyebarannya lewat manusia dan berlangsung cepat ketimbang virus SARS dan MERS adalah dengan menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menurutnya, saat ini pemerintah sudah sigap dengan melakukan strategi pelayanan kesehatan ke masyarakat yang terpapar Covid-19.
Strategi kedua adalah melakukan langkah pencegahan bagi OTG atau orang sehat. Misalnya dengan melakukan gerakan 3M. Masalahnya, dalam beberapa survei, orang Indonesia ternyata banyak yang tidak peduli dengan 3M ini.
Akan halnya vaksin Covid-19 yang banyak diharapkan semua negara, termasuk Indonesia, menurut d
“Kalau kita kompak dengan gerakan 3 M, maka akan lebih cepat penanganan virusnya. Cara lain yang lebih spesifik yakni dengan pemakaian vaksin sebagai penangkal antibodi di tubuh. “Ini harapan bagi kita semua supaya kecepatan penularan covid bisa diatasi,” harap Daeng.
Masalahnya, pembuatan vaksin yang masih dalam proses sekarang, bukan di efektifitas dan efisiensinya. Tapi lebih ke segi kualitas yang makin baik. Artinya cara pembuatan atau proses dari bahan baku sampai produk jadi bisa memenuhi good manufacturing practice. Selain itu, vaksin tersebut harus memenuhi kriteria aman, safety dan khasiatnya terbukti. Semuanya harus dilakukan lewat penelitian dan uji klinis (pada hewan dan manusia).
“Bila vaksin itu sudah ada, yang tidak boleh dilupakan bagi masyarakat Indonesia adalah aspek affordable dan acceptability, keterjangkauan harga dan diterima masyarakat. Yang terakhir ini lebih ke masalah halal dan haram produk,” tuntasnya.