Virtual Seminar #30 : Revitalisasi UMKM, Pembiayaan & Digitalisasi
Bila melihat dari angka-angka, sektor UMKM sampai saat ini, 97 persennya menjadi tumpuan lapangan kerja di Indonesia. Namun kita sendiri masih belum mengklasifikasikan UMKM baik sisi volume maupun size-nya karena sekarang UMKM berkembang sedemikian rupa. Beberapa diantaranya ada yang berkembang dengan membuka gerai dimana-mana, tapi tak sedikit juga yang mengalami pasang surut. Nah, pertanyaan besar kita adalah, seberapa besar atensi kita terhadap UMKM ini? Apakah kita biarkan saja tumbuh by nature, melalui proses perjuangan yang kenyal?
Paparan dan pertanyaan tersebut diajukan oleh Menteri PPN?Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam sebuah virtual seminar yang digelar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) seri ke-30 bertema “Revitalisasi UMKM, Pembiayaan dan Digitalisasi,” di Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Untuk itulah, kata Suharso, sektor UMKM harus punya kategori baru supaya semua pemangku kepentingan tahu treatment apa yang akan dilakukan. “Kami, di Bappenas sendiri diberi tugas untuk menyusun master plan UMKM ke depan, supaya negara bisa membantu mereka,” katanya.
Dia menjelaskan, dalam lima tahun terakhir ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo fokus di infrastruktur. Namun dalam satu atau dua tahun ke depan akan fokus UMKM. “Dalam 5 tahun terakhir ini, Pemerintah kita mengejar stok infrastruktur, tapi di satu atau dua tahun kedepan akan fokus di UMKM. Saat pandemi sekarang ini, UMKM juga banyak terdampak, dan itu sudah luar biasa kesusahan yang mereka rasakan,” ujarnya.
Menurut Suharso, kontribusi UMKM ke PDB cenderung turun karena industri hulu tidak langsung ke bawah, tidak punya mata rantai di tengah. “Industri manufaktur kita tidak punya mata rantai di tengah yang seharusnya juga diisi oleh UMKM. Sedangkan di hulu dan hilir sudah dikuasai oleh perusahaan atau pabrikan besar. Sehingga tidak ada tidak ada penyangga yang menjembatani antara industri hulu dan hilir. Padahal di negara lain, UMKM bisa menguasai hulu dan tengah. Intelektual right misalnya, banyak dimiliki oleh mereka di tengah ini, sehingga mereka dilindungi dan muncul sebagai industri yang kuat sampai kaki-kaki ke bawah,” paparnya.
Suharso menceritakan tentang industri mebel di Bali, dimana semua bahan baku setengah jadi dibuat di Jepara, Jawa Tengah. Di Bali, para pengusaha mebel tinggal melakukan finishing sesuai permintaan pembeli. Begitu halnya dengan tekstil dan pakaian jadi di Bali, seperti dijual di pasar Sukawati, semua dipesan dan dikerjakan dari Pekalongan, Jateng.
Dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan beberapa hari lalu, sebenarnya UMKM sudah difasilitasi termasuk dalam hal pembiayaannya. Dalam hal pembiayaan, UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan kredit bagi pengusaha UMKM yang baru memulai kegiatan usaha. Sebab dalam aturan tersebut, terdapat kemudahan agunan bagi UMK yaitu tidak harus berupa aset, namun dengan kegiatan usaha itu sendiri.
Akses pembiayaan ke UMKM juga diperluas mulai dari pembiayaan alternatif hingga dana bergulir. Meski demikian, ia berharap model pembiayaan untuk UMKM nantinya juga dapat diubah lewat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia.
"Pertanyaannya, bagaimana cara bank memberikan pembiayaan ketika semua dimudahkan dalam UU Cipta Kerja? Ini akan mengubah aturan di OJK atau di Bank Indonesia, menurut saya, terkait cara-cara memberikan kredit, karena kalau caranya seperti bank umum itu hal yang biasa saja," tandasnya.
UMKM Naik Kelas
Sementara itu, di virtual seminar yang sama, Wakil Kepala Divisi Kebijakan Bisnis Mikro Bank BRI Fita Arisanti mengatakan, ada beberapa tantangan UMKM saat ini. Pertama, UMKM masih susah untuk naik kelas. Berdasarkan Laporan Kajian Parameter UMKM Naik Kelas (LPEM FEB UI, 2019) 90 persen UMKM masih berada pada level tradisional. Kedua, rasio wirausahawan di Indonesia rasionya masih sebesar 3.46 persen, masih dibawah Singapura dengan rasio 7 persen. Ketiga, kontribusi ekspor UMKM masih rendah. Kontribusi UMKM terhadap ekspor sebesar 14.37 persen, dibawah Vietnam 17 persen, Thailand 27.4 persen, tapi di atas Filipina yang 13.2 persen. Keempat, komposisi level usaha hanya 0.01 persen UMKM yang berada pada segmen usaha besar. Angka ini lebih kecil dibanding Uni Eropa (0.2%), Jepang (0.3%), China (0.4%) dan Malaysia 1.5%. Dan komposisi 0,01 persen tadi tidak berubah dalam 10 tahun terakhir.
“Karena itulah diperlukan sinergi untuk meningkatkan produktivitas UMKM dan menaikkan kelas UMKM,” kata Fita. “Dan BRI punya revitalisasi pengembangan UMKM supaya naik kelas. Mulai dari kelembagaan, UKM assessment, ekosistem, dan partnership.”
Upaya untuk membantu UMKM naik kelas juga dilakukan Permodalan Nasional Madani (persero). Menurut Sunar Basuki, Executive VP Keuangan dan Operasional PNM, melalui Program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) pihaknya melakukan pembiayaan dan pendampingan secara group lending kepada kelompok ibu-ibu prasejahtera.
Tujuannya, mendorong masyarakat khususnya ibu-ibu untuk berwirausaha. Sunar menegaskan penyaluran pembiayaan hingga September 2020 mencapai Rp15,3 triliun. "Estimasi sampai akhir 2020 mencapai lebih dari Rp 25 triliun. Secara akumulasi penyaluran PNM Mekaar 2016-2020 diproyeksi sebesar Rp60,95 Triliun," kata Sunar.
Menurutnya, jumlah nasabah PNM Mekaar hingga September mencapai 6,81 juta. Jika digabung dengan program unit layanan modal mikro (UlaMM) maka jumlah nasabah mencapai 6,9 juta.
Sedangkan NPL (non performing loan) program Mekaar hingga kuartal ketiga 2020 tercatat turun
"NPL mengalami penurunan dari 0,14 persen menjadi 0,11 persen yang merupakan titik NPL terendah dari performance PNM," paparnya.
Rachmat Kaimuddin, CEO Bukalapak juga memfasilitasi UMKM agar bisa naik kelas lewat berbagai platform e-commerce di Bukalapak. Menurutnya, dengan aplikasi Mitra Bukalapak, pihaknya berupaya membuat para pelaku UMKM nyaman dalam bertransaksi online. Hal ini terutama untuk pedagang yang belum pernah bertransaksi melalui platform digital sebelumnya.
Rachmat mengatakan, Bukalapak juga terus bekerja sama dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pihaknya antara lain diminta untuk menjadi mitra pemerintah dalam menyalurkan produk yang dihasilkan dari pelatihan Kartu Pra Kerja. Selain itu, Bukalapak juga menjadi mitra pemerintah mengkampanyekan produk Bangga Buatan Indonesia, dengan cara menyediakan microsite khusus untuk produk barang-barang produk pelaku usaha dalam negeri.
“Kami salah satu pionir gerakan Bangga Buatan Indonesia. Saat ini, untuk UMKM juga bisa mengikuti pelatihan yang kami adakan tiap seminggu dua kali, yaitu Rabu dan Jumat sore,” kata Rachmat.
Di tengah pandemi, menurut dia, saat ini masyarakat mulai memperhatikan kesehatan diri mereka. Karena itu, produk-produk kesehatan menjadi salah satu produk yang paling banyak dibeli masyarakat. Selanjutnya, produk-produk yang mendukung kegiatan masyarakat di rumah, seperti tanaman dan alat memasak, juga banyak dibeli.
“Barang-barang kebutuhan pokok juga tetap banyak yang membeli. Orang juga tetap membeli baju karena tetap dibutuhkan. Hanya saja saat ini, baju yang dibeli masyarakat adalah baju-baju yang nyaman untuk digunakan saat berkegiatan di rumah,” imbuh Rachmat.